Kisah Daerah : Asal Mula Sungai Barito


Dahulu kala di sebuah desa hiduplah seorang laki-laki dan istrinya. Mereka hidup berkecukupan, tetapi mereka tidak bahagia karena sudah beberapa tahun menikah tetapi belum juga dikaruniai seorang anak.
Setiap malam mereka berdoa kepada sang Maha Pencipta agar mereka dikaruniai seorang anak. Akhirnya pada suatu malam istrinya bermimpi bertemu dengan seorang pertapa tua. "Wahai anakku, aku sanggup mengabulkan keinginanmu untuk mempunyai buah hati asalkan dengan satu persyaratan." kata Sang Pertapa.
"Apakah syaratnya wahai pertapa tua? Hamba sanggup memenuhinya." kata wanita itu penuh harap.
"Jika anakmu telah berumur sepuluh tahun maka dia akan kuambil kembali," kata sang pertapa.
Karena keinginannya untuk mempunyai anak sangat kuat, sang istri menyanggupi syarat dari sang pertapa itu. Setelah berkata demikian sang pertapa tua menghilang dan istri petani terbangun dari mimpinya. Rasa bahagia dan haru bercampur jadi satu, akhirnya ia memberanikan diri untuk menceritakan mimpinya kepada sang suami tercinta. Mendengar cerita istrinya, sang suami cemas. Tetapi apa daya mereka, nasi sudah menjadi bubur, dan kini mereka hanya bisa merenunginya.
Beberapa minggu kemudian istrinya hamil. Mereka sangat bahagia sampai lupa pada syarat sang pertapa. Beberapa bulan kemudian, istrinya melahirkan seorang putra yang sangat tampan dan bertubuh montok. Anak itu diberi nama Bari. Tapi malang tak dapat ditolak, tujuh hari setelah melahirkan, Bari ditinggalkan ibunya untuk selama-lamanya. Suaminya sangat sedih atas kematian istri tercintanya, dan berjanji akan merawat anak mereka dengan baik.
Waktu pun terus berajalan, tanpa terasa usia Bari sudah mencapai tujuh tahun, Ayah Bari cemas melihat sang buah hati tersayang jika mengingat anaknya akan menjadi mangsa seekor naga yang menghuni jurang di pinggiran kampung mereka. Oleh karena itu ia selalu menjaga dan menasehati Bari agar jangan bermain terlalu jauh.
Pada suatu hari, Bari diajak ayahnya ke pasar. Di pasar, Bari melihat seekor kucing yang bertubuh kurus dan mengeong. Bari merasa kasihan, ia lalu memungut kucing itu dengan izin ayahnya.
Bari pun merawat kucing itu dengan penuh kasih sayang. Beberapa minggu kemudian, kucing yang dahulu kurus dan kotor itu sudah berubah menjadi kucing yang gemuk dan menggemaskan. Kemana Bari pergi, ia selalu bersama kucing itu. Kucing itu ia beri nama Si Ito.
Hujan yang turun terus selama tiga hari membuat cuaca agak gelap dan hawa terasa dingin, ayah Bari yang sedang sakit merasa umurnya sudah tidak lama lagi. Sebelum menghembuskan nafas, ia memanggil adik perempuan dan anak tersayangnya si Bari. "Dik, jagalah si Bari kalau aku sudah tiada." kata ayah Bari dengan suara tersengal-sengal.
"Baiklah kak, aku akan memenuhi permintaanmu, akan kurawat Bari sebagaimana anakku sendiri." kata perempuan setengah baya itu.
"Terimakasih dik, dan ingat satu hal ......" katanya diam sebentar.
"Apakah itu kak?" tanya sang adik.
"Tolong kau jaga si Bari,  jika berumur sepuluh tahun jangan sampai mendekati jurang yang ada dipinggiran kampung kita ini."
"Memangnya ada apa kak?" kata sang adik penuh dengan tanya.
"Mari mendekat kesini dik, ada sesuatu yang penting akan aku sampaikan."
Dengan berbisik-bisik Ayah Bari menyampaikan suatu hal amat rahasia kepada adiknya. Setelah itu ia menatap si Bari, katanya, "Anakku, setelah ayah tiada, jagalah dirimu baik-baik dan patuhilah nasehat yang bibimu berikan."
"Baik ayah, Bari akan selalu menuruti apa yang bibi katakan." kata Bari bersungguh-sungguh.
Setelah menatap anaknya untuk yang terakhir kalinya ayah Bari menghembuskan nafasnya selama-lamanya. Dengan sedihnya Bari memeluk tubuh kaku ayahnya yang sudah tidak bernyawa lagi.
Selama tinggal dengan bibinya, Bari selalu diperingatkan bibinya agar jangan pergi ke jurang di belakang kampung mereka. Karena penasaran, Bari menanyakan kepada bibinya kenapa ia dilarang kesana. Bibinya memberi alasan kalau ada anak kecil yang kesana maka anak itu akan diculik oleh naga dan dijadikan makanan. Karena mendengar itu, Bari pun menjadi takut dan tidak pernah berani untuk pergi kesana.
Beberapa tahun kemudian, saat usia Bari sudah tepat sepuluh tahun, bibinya menyuruh Bari ke warung untuk membelikan bumbu-bumbu karena bibinya harus memasak untuk syukuran sepuluh tahun usia Bari.
Bari dan Ito pun pergi ke warung, tetapi di tengah jalan mereka bertemu dengan teman-teman Bari. Teman-teman Bari mengajaknya untuk pergi ke kampung seberang untuk melihat pagelaran wayang. Karena penasaran, Bari pun menyanggupinya dan pergi bersama teman-temannya itu.
Untuk pergi ke kampung seberang mereka harus melalui titian gantung yang terbuat dari bambu, yang membentang di atas jurang yang cukup dalam dan panjang. Bari lupa janjinya pada bibinya untuk tidak pergi ke jurang itu.
Ketika mereka tiba dititian gantung, teman-teman Bari menyeberang satu-persatu, dan tibalah giliran Bari dan Ito. Ketika Bari berjalan bersama Ito di depan, angin berhembus dengan kencang sehingga membuat titian itu bergoyang. Semakin lama angin semakin kencang dan titian semakin kuat bergoyang. Tiba-tiba ketika Bari dan Ito sampai di pertengahan, Ito sang kucing kesayangannya tergelincir lalu jatuh ke jurang. Tanpa pikir panjang Bari pun melepaskan pegangan tangannya dan terjun ke jurang berusaha menangkap Ito, kucing yang sangat ia sayangi itu. Rasa sayang dan cintanya itu telah membuatnya turut jatuh ke dasar jurang yang dalam dan terjal bersama Ito. Suatu pengorbanan yang begitu mahal untuk sebuah persahabatan.
Melihat hal itu, teman-teman Bari yang masih belum menyeberang segera berlari menuju rumah bibi Bari dan memberitahukan semuanya kepada bibi Bari. Bibinya yang sedang memasak langsung berlari ke rumah kepala desa dengan wajah pucat pasi dan memberitahukan bahwa keponakan yang sangat ia sayangi itu telah jatuh ke jurang.
Kepala desa pun mengumpulkan warga desa untuk berangkat mencari Bari dan Ito. Ketika sampai di depan jurang, seorang warga berkata, "Keponakanmu tidak mungkin selamat karena di dasar jurang ini adalah tempat tinggal seekor naga."
Mendengar hal itu bibi Bari teringat akan cerita kakaknya tentang mimpi istrinya yang mengatakan bahwa jika usia Bari sudah genap sepuluh tahun maka ia akan menjadi mangsa sang naga penghuni jurang. Bibi Bari terduduk lemas dan menangis sejadi-jadinya.
Warga desa terus berteriak di bibir jurang mencari Bari dan Ito. "Bari...! Ito...! Dimana kalian??" teriak mereka bersahut-sahutan. Tiba-tiba dari dalam jurang keluarlah seekor naga yang amat panjang dan besar.
"Kenapa kalian mengganggu tidurku?" tanyanya dengan suara yang menggelegar.
Semua warga desa ketakutan dan kembali ke desanya, yang tertinggal hanya bibi Bari dan kepala desa.
"Wahai naga yang baik, bisakah kau mengembalikan keponakanku yang telah jatuh ke dalam jurang ini?" kata bibi Bari terbata-bata.
"Tentu saja tidak, mana bisa aku mengeluarkan makanan yang telah aku makan," kata sang naga, terdiam sejenak kemudian berkata lagi, "Tetapi aku akan mengabulkan satu permintaan kalian." Ujar sang naga.
"Kalau begitu tolong sebagai ganti pengorbanan keponakanku jadikanlah jurang ini menjadi sungai agar antara desa kami dan desa seberang ada sebuah penghubung." kata bibi Bari yang disetujui oleh kepala desa.
"Baiklah, tapi kalian harus pergi dari sini." kata sang naga kembali ke dasar jurang.
Bibi Bari pun pulang dengan hati yang pilu, untunglah sang kepala desa pandai menghibur sehingga kesedihannya agak berkurang. Setelah mereka tiba di rumah tiba-tiba langit menjadi mendung. Tak lama kemudian terlihat kilat bersambungan dengan suara petir yang menggelegar, hujan turun dengan derasnya. Selama dua hari berturut-turut warga desa tidak bisa keluar rumah karena hujan terus turun dengan lebatnya.
Pada hari ketiga hujan akhirnya berhenti dan warga desa pun keluar dari rumah mereka. Dibawah pimpinan kepala desa dan bibi Bari mereka bersama-sama menuju jurang. Tetapi alangkah terkejutnya mereka, karena jurang itu kini berubah menjadi sebuah sungai yang lebar dan dalam.
Saking gembiranya, warga desa yang berseberangan saling membuat perahu dan menyeberang ke desa seberang tanpa takut jatuh dari titian gantung seperti dahulu. Dan anak-anak kecil ramai mandi di sungai sekaligus belajar berenang.
Karena asal-usul terjadinya sungai itu adalah berkat pengorbanan Bari dan Ito, maka warga kedua desa sepakat menamai sungai itu dengan nama "Sungai Barito".
Sampai sekarang pun Sungai Barito masih menjadi penghubung antara dua wilayah dan masih selebar dahulu, tetapi sekarang sudah mulai dangkal dan tidak sedalam dulu.


Comments